Samarinda-Surabaya-Magetan-Malang (SSMM)
Siang ini kepala saya sepanas matahari yang berada
dilangit tak berawan, rasanya habis berlari berkeliling
13x putaran tanpa henti.Migrain.Penyakit lama kalau sudah mentok terpojok oleh
suatu masalah, kondisi seperti ini malah membuat kondisi semakin
runyam.Melalang buana, mencari tempat atau Laboratorium yang dapat membuat
papan plastik di Samarinda selain di Fakultas Kehutanan itu seperti mencari
jarum di tumpukan jerami.
Sebelumnya telah kujelaskan, bahwa saat kami meminta
persetujuan jika nanti proposal kami tembus dan masuk final dalam Lomba Inovasi
Teknologi Lingkungan (LITL 2013) kami hendak meminjam Lab tersebut untuk
penelitian, ditolak mentah-mentah.Bersama dengan rekan setia saya, Ansor kami berusaha
menanyakan ke Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Kaltim yang konon disitu
tempat penelitian tentang Kehutanan.Dengar-dengar disana pula ada alat untuk
membuat papan plastik komposit.Tanpa pikir panjang kami menyambangi mereka, dan
hasilnya tetap nihil.Semakin membuatku senat-senut, ternyata alat yang ada
ditempat itu rusak karena terendam banjir.
Pasrah dan beranjak dari situ kami sempat
mengunjungi Baristand, dll.Ujung-ujungnya tidak ada alat seperti itu.Akhirnya
pulang dengan hampa hasil ditangan.
Saya teringat akan sedekah yang membawa kesempatan
bia ikut final ini dan membuat PKM saya yang tadinya tak mungkin didanai.
Bismillah, saat itu pergi ke Dompet Dhuafa dan menyerahkan beberapa lembar
rupiah. Baru esoknya saya akanmencoba menghubungi si kepala Lab kembali untuk
memohon dengan wajah memelas agar ia berkenan memberikan izin agar kami bisa
mencoba pembuatan papan plastik komposit.Hah, esok hanya bisa berharap. Semoga
semesta mendukung kami, dan membuat segalanya lancar.
* * * *
Fakultas itu begitu sepi.Kami mencari si kepala Lab
di ruangannya, hampir menungguinya satu jam.Menunggu dalam keheningan dan
ketidakpastian.Sebelumnya beliau tidak tahu jika kelompok kami lolos sebagai
final.Akhirnya dengan memupuk keberanian kami sms bapaknya.Agak takut memang,
karena sebelumnya saja menolaknya sudah tidak enak didengar. Yang paling
ditakutkan lagi jikalau memang ditolak lantas nasib kami untuk mempresentasikan
hasil penelitian saat di final akan seperti apa?
Dengan sms yang mendayu-dayu memohon kasihan sama
kepala Lab, barulah setengah jam kemudian si Bapak menyuruh kami menemui di
ruangannya besok. Tidak ada pernyataan
lain selain itu, membuat kami semakin penasaran dengan apa yang akan terjadi. Kenapa
si Bapak Lab itu hanya menyuruh menemuinya? Apakah besok kami hanya akan
ditolak? Sungguh menyiksa kami dengan menelan pertanyaan dalam hati.Lagi-lagi
harapan agar besok dapat mengalami hari yang baik itu terjadi hari ini.
* * * *
Panasnya kota Surabaya sore ini menyengat kami hari
ini. Entah berapa celcius suhunya, agak berbeda dengan panas Samarinda.Polusi
karena padatnya kendaraan kami rasakan, mungkin hanya perasaan kami saja.Karena
kendaraan tak sepadat ini di Samarinda.Dengan dijemput mahasiswa ITS, kami
meluncur ketempat peristirahatan di asrama haji Surabaya.Baru besoknya kami
mempresentasikan hasil penelitian yang telah kami lakukan untuk menghasilkan
bahan bangunan ramah lingkungan yang menggunakan papan plastik komposit.
Sesampai di asrama haji, saya langsung merebahkan
badan. Oh, begitu lelah rasanya. Begitu panjang tahapan yang kami
lakukan.Untung saja si kepala Lab kemarin merasa iba, dan akhirnya memberikan
kami izin melakukan riset di Lab Fakultasnya. Selama pengerjaan pun banyak hal
yang kami lalui, mulai proses perengkahan plastik dengan catalytic cracking
mengalami kegagalan berkali-kali. Yang parah lagi, sebelum maju melakukan
penelitian sempat pula diberikan petuah yang tidak enak didengar oleh Pembantu
Dekan III kami.
“Kalian ini jurusannya Tambang, kok melakukan riset
yang seperti ini?Ini kah harusnya anak teknik Lingkungan, sipil. Nah, mereka
yang harusnya bikin seperti in”
Kami tak mau menjawab, biarkan saja bapak itu
berbicara dengan apa yang menurutnya benar. Dalam hati kami hanya tertawa,
sambil menggerutu.Kalau begitu seharusnya anak Teknik Lingkungan dan Sipil yang
harus digerakan oleh Bapak selaku dosennya.Bilang pada mereka agar lebih aktif
mengikuti lomba seperti ini.Maunya sih langsung berbicara seperti itu tapi saya
masih menghormati beliau.
Kembali dalam rebahan diatas kasur yang didalamnya
berhembuskan semilir dingin dari AC. Saya menikmati malam ini untuk
tidur.Maklum dikos kamar saya kasurnya tidak seperti ini, lagi pula tidak ada
AC nya juga. (Haha) Maka malam itu saya kembali berharap esok akan kembali mengalami
yang baik.
* * *
Pagi ini, setelah Subuhan saya dan Ansor kembali
berlatih untuk kesekian kalinya agar presentasi kelompok kami lancar.Melihat
rekan-rekan dari ITS, Unesa, Undip, Unibraw, bahkan ada yang dari USU membuat
saya kembali bersemangat, ide-ide penelitian mereka keren.Dari situ saya
belajar banyak hal, diatas langit masih ada langit. Maka tak mungkin kita bisa
menjadi langit yang paling atas dengan usaha dan doa. Pokoknya hingga keletihan
ini letih membersamai kita, hingga kemalasan yang melekat pun malas menyertai
kita.Selain itu semuanya harus rendah hati, karena masih ada diatas sana yang
lebih besar. Yakni Allah Yang Maha Mengetahui segala yang ada di langit dan di
bumi.
Tepat pukul 16.30 Wib, sejak menunggu dari jam 08.00
pagi saya dan Ansor akhirnya mendapat giliran mempresentasikan apa yang sudah
kami buat. Dengan 3 juri yang memiliki kompetensi dibidangnya,
sebelum-sebelumnya mereka sukses membuat pusing para peserta.Akhirnya saat
giliran kami, karena segala sesuatu telah diperhitungkan Alhamdulillah
pertanyaan semua juri dapat kami jawab. Pertanyaan mereka tak begitu rumit,
hanya bagaimana proses catalytic cracking secara detail yang kami lakukan pada
plastik serta alasan kami menggunakan standar Jepang yakni JIS A : 5908 tentang
papan plastik komposit, kenapa tidak menggunakan standar SNI saja.
Namun, karena terdapat 3 bidang tema yakni
Agroekoteknologi, Sanitasi dan Air Bersih, serta Eco-Building Material yang
dari setiap bidang hanya diambil juara 1 saja. Dari lima finalis Eco-Building
Material yang memenangkan perlombaan peserta dari Unesa. Kami berdua tak
berkecil hati, cukup puas dengan apa yang telah kami kerjakan. Yang terpenting
kami bisa jalan-jalan ke Surabaya, disana saya mengontak teman-teman yang
kuliah di Surabaya.Kebetulan yang sedang tidak sibuk ada Qoni’, Riska Mar’atus,
dan Mbak Riska DeAge. Begitu pula dengan Ansor ia menghubungi temannya yang
kuliah di Unair dan ITS.
Alhasil kami diajak muter-muter mencari souvenir
Surabaya khususnya kaos khas kota Pahlawan itu. Maka toko ‘Cak-Cuk’ pun menjadi
tempat singgah untuk sejenak shopping. Pas di ‘Cak-Cuk’ saya ingat dapat
tagihan dari Boim, karena laptop saya lagi dibetulin dia maka sebagai gantinya
saya wajib mencarikan baju khas Surabaya. Ok, tapi saya janjiin ke dia asal
kalau pakai bajunya jangan dibawa ke kampus. Ya, minimal kalau sudah sebulan
gitu. Soalnya gak enak juga gak belikan yang lain. Hehe
Habis dari Surabaya langsung pulang ke rumah di
Magetan. Kebetulan sehari kemudian Ayah juga pulang dari Pekanbaru. Jadi kebahagiaan
dapat double.Karena lebaran sebelumnya saya menghabiskannya di
Samarinda.Sungguh menyakitkan dan menyedihkan lebaran di Samarinda.Serba sepi,
mulai dari warung-warung satu pun yang tidak ada jualan, dan tak ada sanak
saudara sekalipun di Kaltim sini.Namun, Alloh memberikan kebahagiaan yang tak
terlupakan saat pulang di rumah.
Dirumah hanya dua hari, hari kedua pun hanya
sebentar saja karena harus segera pulang ke Samarinda. Tak enak meninggalkan
perkuliahan terlalu lama, dan habis dari Magetan saya harus mampir dulu ke
Malang menemani Ansor untuk menemui Budhe atau kerabat jauh yang belum pernah
ia kunjungi rumahnya disana. Maklum, meskipun Ansor itu punya medok Jawa yang
kental saat berbicara. Namun ia anak asli Tenggarong, kebetulan disana bahasa
yang digunakan bahasa Jawa. Padahal saya yang dari Magetan bahasanya gak
se-medhok dia loh.Haha.Ya, maklum dan wajar.Karena saya dari lahir hingga besar
berumur 13 tahun pindah ke Magetan yang dulunya tinggal di Depok.Jadi saya
biasa adaptasi. Lagian kalau dirumah Magetan sana, saya dan ibu malah seringnya
ngomong bahasa Indonesia bukan Jawa.
Akhirnya, dengan rasa yang belum puas untuk berkangen-kangen
ria sama orangtua saya pamit dengan diiringi berat hati oleh keluarga. Terutama
Nenek atau Mbah.Ya, padahal esok harinya slametan 1 tahunnya Kakek atau Mbah
nang. Hiks.. Padahal dirumah motong kambing dan membuat sate, terpaksa saya
harus merelakan tanpa memakannya.
Dengan tas ransel yang besar saya bersama Ansor
seperti dua backpaper yang memiliki waktu mepet untuk liburan. Dari rumah kami
pergi ke terminal Maospati yang kemudian naik Bus jurusan Surabaya dan turun di
Jombang.Habis diterminal Jombang masih harus naik lagi bus untuk tujuan Malang.
Lanjut dari terminal malang kami naik angkot untuk keterminal lain untuk
menaiki bus yang akan turun di rumah Budhe Ansor.
Yup, akhirnya setelah sampai di rumah Budhenya Ansor
kami disambut dengan ramah.Suasana dinginnya Malang begitu menusuk saat sore, apalagi
menjelang malam.Karena cuaca yang mendung, maka Batu Night Square (BNS) yang
saya targetkan untuk kesana naas tak jadi.Jaraknya lumayan jauh dari rumah
Budhe Ansor.Padahal saya sangat penasaran sekali mendengar cerita teman-teman
yang sudah pernah kesana.Bagusnya bukan main, kata mereka.
Pfffft, tak apalah. Maka kami berganti haluan dan
merasakan dinginnya malam kota Malang sambil menikmati bakso kota sana. Baru esok pagi saya dan Ansor jalan-jalan
pagi dan mengunjungi waduk buatan disana.Sungguh pemandangan yang mengagumkan.
Ternyata masih banyak sisi lain indahnya negeri ini
yang harus kita kunjungi. Masa hanya bisa merasakan Jl. Sutomo, Lembuswana,
lampu merah sempaja Samarinda yang saat
hujan banjirnya minta ampun?
Komentar
Posting Komentar