BULAN KOMPLIKASI
Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember
Tuhan selalu memberikan lembaran baru dalam hidup
kita.Entah sampai kapan lembaran tersebut berakhir menjadi buku. Buku yang
nantinya akan kita baca sendiri di akhirat kelak, yang akan dijadikan film saat
yaumil hisab juga. Dimana seluruh manusia dari zaman Adam hingga manusia
terakhir yang menghembuskan nafasnya di saat dunia ini
hancur akan melihat apa yang kita lakukan didunia. Sedangkan lembaran baru itu
adalah hari dimana sang Fajar menyilaukan dunia dan membangunkan seluruh
penduduknya. Lembaran baru itu merupakan waktu dimulainya matahari akan
menyinari bagiannya dan akan menghilang ke bagian yang lainnya. Itulah hari
ini.
Hari ini entah saya lupa tanggalnya, pokoknya
diantara tanggal bulan 5 ditahun 2013.Kepala saya rasanya habis terbentur
dengan lembut namun merasakan pusing yang berlebih. Di pojok barisan depan
Masjid Al-Fatihah itu saya menangis dalam doa dengan kondisi sebagai hamba yang
sangat hina. Entah, saya merasa masih sangat dibawah dalam hal keimanan. Belum
layak rasanya untuk menjadi seorang yang nantinya akan menjadi seorang panutan.
Baiklah, secara jelas dan singkat akan saya utarakan
maksudnya. Kala itu, saya di minta oleh Ustadz yang telah membimbing saya dalam
hal kebaikan menjadi seorang Mentor. Ya, Ustadz tersebut pun adalah Mentor saya
awalnya. Dan beliau pun adalah kakak tingkat di tempat saya kuliah, ia menjadi
mentor atau asisten Praktikum Agama Islam. Kawan, meskipun Ibu dan Ayah saya
telah memasukan saya ke Tempat Pembelajaran Alquran (TPA) dari umur 5 tahun,
dan saat umur 6 tahun pun saya sudah lancar membaca Alquran bahkan saat kelas 3
SD saya sudah mengenal yang namanya Tajwid, kelas 4 sampai 6 saya belajar juga
tentang Fiqh, Ta’lim Muta’alim, Al-Hikam, dll saya belum tahu akan satu hal.
Satu hal tersebut pun tidak saya temukan ketika melanjutkan ke Madrasah
Tsanawiyah dan Aliyah. Meskipun disana pelajaran Agama Islam cukup banyak yakni
mencakup pembelajaran Fiqh kembali, tentang Aqidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan
Islam, Qur’an Hadist, hingga bahasa Arab saya belum tersadar akan satu hal
tersebut.
Satu hal tersebut bernama ‘Dakwah’, yang saya
pahamkan dulu tentang dakwah berbeda secara maknanya.Yang saya pelajari belum
dipraktekan untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada yang mungkar.
Dari mentor atau Ustadz saya banyak belajar,
untungnya saya mendapat dia yang membina kelompok PAI kemarin. Bawaannya
santai, namun kata-katanya begitu mengena dan membuat saya tersenutuh untuk
berbuat kebaikan.Oleh saat itu, saya bertekad untuk menjadi orang yang ‘amar
ma’ruf nahi mungkar’ namun tak pernah terlintas untuk menjadi mentor seperti
beliau.Rasanya masih tak pantas, tabiat saya masih agak ‘slengek-an’ kata orang
Jawa.Yang artinya masih sesuka gue, baik tampilan atau ucapan.Contohnya dalam
hal pakaian, saya tak seperti mereka anak mushola yang selalu menggunakan
celana kain atau bahkan celana panjang.Bahkan hingga kini, saya masih lebih
nyaman menggunakan celana pendek.Sampai ada loh, yang anak mushola negur kok
jalan pakai celana pendek?Dalam hati saya yang masih polos, hah?Emang ada yang
salah?
Saya masih ingat hadist Rasul yang shahih, bahwa
auratnya laki-laki itu dari pusar hingga lutut.Nah, celana saya ini model
celana pertigaan.Yang dalam artian menutupi lutut kok, Bro. Masa’ iya saya
harus menutupi seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan muka?Itu adalah
pembelaan saya yang logis.
Dari situ saya tahu, mungkin kriteria saya belum pas
untuk menjadi mentor.Namun, disisi lain Ustadz atau saya lebih senang
menyebutnya Murabbi itu punya penyampaian yang membuat saya luluh.Tapi bukan
‘Luluh’ seperti yang dinyanyikan ‘Samsons’.
“Tak perlu menjadi sangat sholeh untuk menyampaikan
kebaikan…” pokoknya ada lagi lanjutan kata-kata dari Murabbi yang membuat saya
yakin dan memberanikan diri menjadi mentor. Karena yang saya amati, sebagian
tak percaya diri dan kurang termotivasi untuk menjadi yang seperti itu.
Waktu berlalu hingga saya dimintai amal sholeh dan
menjadi penanggung jawab dari PAI di Fakultas.Saya tercengang bukan main,
bahkan saya seperti orang bodoh yang disuruh mengerjakan soal yang rumit.Bagi
saya ini lebih rumit dikala saya jatuh cinta. Haha, apa hubungannya coba?
Intinya, saya bingung dengan kebingungan ini.Bingung kenapa mereka yakin
memilih saya.
Namun, sobat, saya belajar satu hal dalam hal
keikhlasan.Ikhlas itu mudah dalam teori dan butuh ekstra untuk melakukannya.
Hingga saat itu, kembali ke kisah diawal saya masih terisak tangis dalam pojok
depan masjid satu-satunya di kampus. Saya merasa takut memiliki banyak amanah,
belum lagi sehabis musyawarah di Ujur (UKM Jurnalistik) saya harus belajar dari
awal lagi karena mendapat amanah di Iklan dan Pemasaran.
Melepas amanah sebelumnya menjadi ketua Redaksi itu
sekalinya ada senang dan sedinhnya.Senang karena beban untuk
mempertanggungjawabkan harus ada berita atau tulisan teman-teman untuk di
Majalah atau harian itu tiada.Jujur, saat mba Leni yang menjadi Ketuanya saya
dimotivasi dengan tagihan ‘Ayo, gimana dink?Udahan kah?’Namun, dari
kejaran-kejaran setoran Deadline untuk terbit itulah yang kini saya rindukan.
Saya rindu ketika mendiskusikan dengan teman-teman per-minggu atau perbulan
tema atau konsepan apa yang akan terbit? Saya rindu mengingatkan mereka dengan Deadline
mereka.Saya rindu mengedit tulisan mereka yang kadang membuat saya pusing,
pusing karena kadang tulisan mereka yang sedikit atau bahkan harus menuntingnya
karena terlalu banyak.Saya rindu saat saya mencetak kesemuanya itu dengan
printer A3 Ujur yang baru dibeli.Saya rindu karena dengan begitu pun saya
belajar menulis.
Namun, saat menjalani amanah dibidang lain saya
sedih. Sedih yang tak tertangguh.Sedih yang melebihi putus cinta,
haha.Memangnya pernah pacaran? (PS: saya belum pernah pacaran ya, serius ini J)
Saya sedih ketika aturan saya yang telah saya susun
dengan rapi dibidang itu harus berubah.Memang itu hak yang memangku amanah,
dengan mengoreksi banyak kesalahan saya sebelumnya katanya. Dalam hati saya
hanya merenung sambil bernyanyi, ‘Ya Sudahlah’
Akhirnya saya memulai fokus dengan bidang untuk
mencari dana. Hingga Juni saya wira-wiri dengan bantuan teman-teman. Yang
kebaikannya tak akan pernah saya lupakan. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh
YME. Huehe
Hingga hampir sudah sebulan lebih berlalu, ada
tanggapan dari perusahaan dari proposal yang kami sebar.Yang pertama LNG
Bontang dan Total E&P Balikpapan. Dengan sekelumit proses akhirnya yang
cair mendapat dana dari LNG, sedangkan Total saya hiraukan akhirnya.
Sebenarnya ada cerita yang menarik dari bulan Juni,
namun saya akan menjelaskan dulu tentang mengapa saya menghiraukan. Setelah
saya berhasil move on dari kerinduan saya yang diatas, saya sedih lagi terbitan
Jurnal atau Majalah tak kunjung muncul. Bahkan ketika dana sudah ada ternyata
kami belum mampu untuk terbit. Bahkan sampai bulan November2013, hampir satu
semester kepengurusan.Hati saya berkecamuk dengan kelarutan selama itu, mungkin
saya pun punya banyak andil kesalahan yang banyak.Mungkin pula saya kurang
menemani rekan saya yang membidangi bagian tersebut. Mungkin pula saya yang tak
menghiraukan saat ia membutuhkan, padahal ia selalu siap ada saat saya sedang
kesulitan. Dari situ pun, saya kembali sedih ‘Kemanakah diri saya saat itu?’
*
* * * *
Juli sampai Agustus saya berkelit dengan yang
namanya Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dimulai dengan dananya yang tak
kunjung cair, namun antara bulan-bulan tersebut kami diminta sudah
mengerjakan.Gila bukan? Bahkan dosen pembimbing saya bilang, kerjakan saja
sesuai kenyataan kan memang dananya tidak ada.
Bukan saya kalau hanya berhenti sampai disitu.Yang
kurang dari kelompok kami adalah tinggal mencoba rangkaian alat, dan bagian
yang kurang tersebut adalah genset dengan bahan bakar gas.Harganya tergolong
mahal, sebesar 4 juta dengan ongkos kirimnya sudah.
Akhirnya saya menggunakan uang beasiswa saya yang
seharusnya digunakan untuk membayar SPP saat itu. Di pertengahan bulan Juli pun
saya bersama rekan saya Ibrahim, mendapat tawaran untuk menjadi tim peliput di
agenda Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) yang diselenggarakan oleh
Dikti. Kebetulan mereka membutuhkan anggota lagi, akhirnya atas tawaran kak
Ainul (Wakil Ketua Bem Unmul) yang kebetulan mengenal kami dan juga Om nya
ketua Redaksi untuk peliputan mengajak kami bergabung.
Dari situ saya mendapat honor sekitar satu jutaan
lebih, dan itu pun saya gunakan untuk tambahan membeli genset untuk riset PKM
saya. Ternyata setelah hitung-hitungan, masih kurang 1,5 juta. Padahal tinggal
2 minggu lagi kami harus mempresentasikan progress PKM dalam monitoring dan
evaluasi (Monev) yang akan dilihat langsung oleh utusan Dikti ke Unmul. Rasanya
saya ingin marah besar-besaran.Pusing saya menjadi-jadi, mencari pinjaman
kemana-mana.Hanya untuk memenuhi mimpi saya agar masuk Pimnas.Ya, syaratnya
bisa masuk Pimnas adalah dari baik atau suksesnya perkembangan PKM yang kami
lakukan. Mereka seperti tak mau tahu, dengan belum turunnya dana. Rasanya serba
salah.Saya ingin ketidakberdayaan atau kekurangan menjadi alasan untuk
berhenti, apalagi karena satu kata, ‘uang’.
Dana dari mereka belum turun, namun mereka
menjalankan monev.Memang sih, secara istilah sebisanya saja dilaksanakan.Namun,
berdasarkan informasi dan pengalaman katanya yang bisa masuk Pimnas ialah
kelompok yang sukses atau telah menjalankan risetnya sebesar 75%.
Kalau di Universitas lain, mereka menjalin kerja
sama dengan Bank agar memberikan pinjaman bagi mahasiswanya. Asalkan saat dana
dari Dikti cair nanti langsung digantikan. Naasnya, Unmul tidak begitu.
Ya, mungkin ada baiknya Unmul begitu.Biar
mahasiswanya mandiri dan pusing memikirkan dan memecahkan masalah mereka. Iya,
itu sih derita loe Bro J
Akhirnya saya memberanikan diri meminjam dana dari
Fakultas, yang akhirnya berhasil dengan menggunakan lobby-lobby politik saya
yang menyeramkan. Namun, menderita lagi hidup saya karena meminjam dana dari
Fakultas.
Berakhirlah membeli genset dan berakhir pula
Monev.kami hanya berharap agar bisa lolos masuk Pimnas. Meskipun ujung-ujung
perjuangan kami meski kalah karena ternyata tak lolos untuk ke Mataram
mengikuti agenda yang yang sangat saya impikan itu. Usut-diusut, dana PKM telah
cair kawan. Itu pun H-3 dari jadwal Monev.Sinting bukan?
Coba jikalau kami diam saja menanti dana PHP itu?
Pasti PKM kami tak akan tersentuh, dana itu pun hanya cair sebagian. Ya, tentu
saja setelah cair sebagian saya bayarkan untuk membayar SPP yang sebelumnya
dipakai untuk membeli genset dll. Entah, tak disangka pihak Fakultas pun
menyurati kami agar melunasi pinjaman dana PKM kemarin. Padahal, dana yang cair
belum semua turun. Estimasi saya jikalau sudah cair semua barulah bisa
membayarnya. Akhirnya setelah saya mendapatkan juga beasiswa dari instansi
lain, kami bayar pinjaman tersebut. Satu juta dari saya, dan yang 500 ribu dari
uangnya dimas, teman sekelompok saya PKM.
Kenyataan pahit yang kami telan, selain tak masuk ke
Pimnas kami juga ditagih oleh Fakultas karena pinjaman.Rasanya malu
sekali.Apalagi pihak Fakultas menitipkan kepada teman, dan teman saya
membbacanya lebih dulu.Nah, karena teman-teman saya Kepo bin Mau Tahu Aja
akhirnya banyak yang tahu.
Seketika itu saya janji gak akan ikut PKM lagi.
Namun akhirnya janji itu saya ingkari karena saya menyadari untuk tak akan
pernah menyerah untuk bisa masuk ke Pimnas, apapun kenyataan pahit dan seberapa
malunya saya.
*
* * * *
Komplikasi bulan-bulan ini adalah ketika ada agenda
berbenturan. Ya, saat pendaftaran ulang mahasiswa baru saya pun membuka posko
pendaftaran Praktikum Agama Islam di Teknik. Ujur pun membuka posko bantuan bagi
maba yang butuh bantuan seperti cetak KRS dll.Banyak permaslahan disini,
dimulai dari tenda posko TPAI yang juga di PHP-in oleh sebuah lembaga akhirnya
kami pinjam kemana-mana.Belum lagi Ujur yang tendanya sempat rusak dan ambruk.
Jadi kami membetulkan lebih dulu tenda milik dinas sosial tersebut. Yang lebih
dalam lagi adalah masalah hati.Karena saya tak begitu fokus di tenda Ujur, jadi
riskan karena gak enak.
Kabar bahagia dan yang membuat saya pusing lagi
bulan Agustus 2013 tersebut adalah… ‘Saya’ lolos untuk menjadi delegasi
Indonesia untuk program Asean Student Visit to India (ASVI).
Semua kesiapan saya urus secara perlahan.Mulai dari
yang utama, yakni paspor.Mengurusnya di Jl. Juanda, dan berbarengan dengan
agenda yang menjaga posko. Sehingga kadang kami gantian, dan saya diantar ke
kantor Imigrasi Kaltim dan pulangnya harus naik angkutan umum karena yang
mengantar harus menjaga tenda pendaftaran.
Siang hingga sore menjaga posko, maka malamnya saya
melatih kemampuan bahasa Inggris saya lagi dengan mbak Leni.Senior Ujur yang
paling baik itu jago bahasa resmi Internasional tersebut.Kami belajar di
Perpusda dengan topik diskusi berbagai macam hal. Pokoknya *thanks mbakyu leni*
Hingga sampai lah waktunya program tersebut, dan akan saya jelaskan di bagian lain
dengan Judul ‘Note From India’.
*
* * * *
Program di India itu berakhir diujung September,
awal Oktober hingga November saya sibukkan dengan Open Recruitmen anggota baru
Ujur, dll.Diantara bulan itu pula, saya sadari atas keegoisan saya mengambil job
bidang orang lain, mengajak teman-teman yang lama untuk mau menulis kembali.
Hingga terkumpul dengan susah payah beberapa tulisan setelah sekian lama vakum,
sampai saat mau mencetak masalah pun menghampiri dengan bijak. Dana kami tak
cukup untuk mencetak setingkat majalah yang seperti Tempo.
Belum lagi website yang bermasalah, hingga akhirnya
kami memutuskan untuk membeli sekalian web yang bagus.Memang relatif mahal,
sekitar hampir menyentuh 3 juta untuk membuatnya.
Disitu pula, ketua Ujur menyuruh saya menjadi
Redaktur Pelaksana istilahnya.Agar pemberitaan kembali berjalan untuk
sementara.Akhirnya, rencana mencetak majalah kami yang belum terlaksana,
disiasati dengan membuatnya versi online PDF. Layaknya majalah detik yang online. Majalah Sketsa versi Online PDF
itu disepakati terbit perminggu dengan banyaknya 22 halaman. Ini didasari
karena anggota yang baru sekarang lumayan banyak, dan memiliki kapasitas yang
baik untuk diberdayakan J
Hingga 2 minggu penerbitan online itu, saya tak ada
menghubungi ketua bidang yang membawahi job tersebut. Karena kupikir ketua umum
sudah menjelaskan kalau saya yang membantu mengerjakan, namun barulah tahu
sekalinya ia tak menjelaskan.
Wajar, yang bersangkutan saat di kampus pun saat
saya tegur tak menjawab. Padahal kami selalu dalam ruang kuliah yang sama.
Bahkan ia curhat sama anggotanya, kenapa saya mengambil job nya dan merasa
tersinggung. Barulah saat tahu itu juga, saya mati gaya dan bingung mau ngomong
apaan.
Diantara kegalauan tersebut, karena saya dikacangin
oleh teman saya karena masalah itu.Alloh menghibur saya untuk memberikan saya
kesempatan jalan-jalan gratis sekaligus menambah ilmu.
Entah darimana saya ditelpon dan diundang untuk ikut
Workshop Jurnalistik Politik Nasional yang diadakan oleh suatu Parpol.Mereka
katanya mendapat nomor saya dari salah satu anggota organisasi eksternal yang
dulunya pernah saya wawancarai.Dengan mengenal saya anggota Persma dari
Unmul.Baiklah, tanpa pikir panjang saya ambil kesempatan tersebut.
Hingga dalam pelatihan tersebut, kabar yang saya
dapat dari Dina, teman saya di Ujur ternyata Majalah sudah dihandle kembali
oleh yang berkewajiban.Hingga tiga kali penerbitan, yang artinya tiga minggu
berikutnya sudah terbit dengan rutin majalan online.
Mungkin ini karma bagi saya yang tak memberi tahu
oleh pihak sebelumnya yang punya amanah. Karena saya pikir ia sudah tahu, yang
akhirnya saya tak diajak untuk bergabung untuk menulis. Karena tak dibagi job
:3 Hahay
Saat itu saya galau lagi.Karena sebelumnya saya
merasa seperti hidup kembali setelah sekian lama tidak menulis. Apalagi baru
kali pertama rasanya di Ujur kami menulis bersama dan melaksanakan Deadline
hingga tahap lay-out pun bersama. Together moment.Sulit untuk melepaskan meski
bukan kerjaan dibidang kita lagi.
Namun inilah realita hidup, terkadang kita ingin
melepas namun saat kita sudah kehilangan barulah kita merasakan yang namanya
kehilangan.
Kini, saya sadar dalam hitungan beberapa hari lagi
2013 akan berakhir dalam Desember yang dingin. Dinginnya itu yang menyadarkan
untuk melanjutkan program kerja bidang sendiri, dan membalas semua waktu yang
dipakai untuk ketinggalan matakuliah.Mengejar ketinggalan tersebut dengan
menelan buku dan diktat kuliah untuk mempersiapkan ujian semester.Layaknya
dejavu. Desember selalu berakhir seperti ini
Komentar
Posting Komentar