Sedekah itu Super
Buku yang kupegang saat itu berwarna hitam, dengan
ada gambar unta dan bertuliskan ‘Note From Qatar’. Dalam batinku, mungkinkah
ini catatan berisi kisah layaknya cerita di negeri 1001 malam?Dari kata per
kata, hingga pada bab terakhir diriku terbuai dalam buku ini. Sungguh!
Menginspiratif cerita dari mas Assad yang belajar di Qatar dan penjelasan
ceritanya yang sederhana namun mantap.
Saya tertegun pada bagian ‘Sedekah Super Story’
memang sudah banyak bacaan tentang sedekah yang saya baca, namun membaca cerita
dari teman mas Assad yang mengalami sendiri manfaat dari sedekah yang luarbiasa
saya merinding.Dalam emailnya, si Mbak temannya penulis menceritakan panjang
lebar akan niatnya leaving on abroad
atau tinggal diluar negeri. Dengan jawabannya yang singkat mas Assad menanya
balik, sudah sedekah belum?Lantas si Mbak tadi menyahut, kalau sedekah sepuluh
atau dua puluh ribu sih sering.Maka mas Assad menanya lagi, ada uang
berapa?terus temannya bilang ada 10 juta. Dengan enteng mas Assad menyuruhnya
untuk menyedekahkan uang 5 juta dari tabungannya.
Sungguh! Secara dinalar tabungan si Mbak tadi yang
dikumpulkan selama setahun untuk mencapai citanya harus dibagikan begitu saja
merupakan tindakan yang bodoh. Namun, jikalau kita berbisnis dengan Alloh maka
Alloh akan memberikan kita pahala dan berkah yang jauh kali lipat. Dengan
keyakinan yang besar dan dengan mengharap ridho Alloh, si Mbak tersebut
akhirnya menyedekahkan tabungannya kepada panti asuhan dan kepada anak
yatim.Selang beberapa minggu kemudian langsung teman si Mbak tadi yang ada di
Perancis menelpon bahwa perusahaan tempatnya bekerja sedang membutuhkan
karyawan.Hingga akhirnya si mbak yang sedekah dengan separuh uangnya tersebut
pun berkesempatan bekerja sekaligus melanjutkan studinya di Perancis.
Dalam buku tersebut, si Mbak nampak bahagia dengan
fotonya yang berdiri bersama menara Eifel.Melihat gambar si Mbak tersebut
membuat saya iri gak tertahankan. Membayangkan keangkuhan Eifel yang berdiri
tegak, melihat langit eropa yang indah serta menyakinkanku akan satu mimpi yang
belum tercapai. Ya, Jerman dan kuliah disana.Menjelajahi Eropa hingga sampai di
timurnya yakni Slovakia.Melihat sejarah peradaban Islam di Andalusia yang
sekarang Spanyol.Sungguh, dalam hati ini masih berakar dengan cukup kuat mimpi
itu.
Pasca membaca buku tersebut saya langusng merogoh
ATM dan mengeceknya.Oh iya saya sepakat dengan konsep Sedekah Super Story
tersebut yang dimaksudkan tidak untuk memamerkan apa yang kita sedehkan. Namun,
terlebih agar banyak yang mau bersedekah.Setelah saya cek di ATM Alhamdulillah masih ada Rp 200.000, ya
meskipun hanya sedikit namun saya bertekad harus bersedekah hari itu juga.Toh,
saya pernah membaca sedekah yang berat itu adalah ketika kita dalam keadaan
sempit. Justru rezeki kita akan lebih dipermudah. Meskipun hati yang bagian
jahat bergumam, “Nanti kamu mau makan apa dengan Rp 100.000?Ini Samarinda
loh?Makanan mahal, belum tentu Orangtua akan mengirim uang!”Namun, saya
berusaha sekuat apapun menutup telinga di hati saya.Saya teringat satu hal
setelah membaca buku ini, saya sempat melihat-lihat di beranda Facebook dan
menjumpai teman saya yang aktif dalam suatu organisasi mahasiswa sedang
membutuhkan bantuan sosial untuk anak jalanan berupa Alat Tulis, buku dan sebagainya.
Maka seketika itu, saya bergegas ke ATM menarik Rp
100.000 dan langsung ke Gramedia membeli 3 pack buku tulis serta menggeledah
lemari buku saya untuk mencari spidol-spidol berwarna, pensil dan pulpen.
Kesemuanya itu saya niatkan untuk sedekah agar proposal lomba untuk LITL 2013
yang telah saya jelaskan sebelumnya mudahan lolos sebagai Finalis, serta saya
masih mengharapkan akan keajaiban diterima dan didanainya proposal Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) Dikti yang
menurut petugas rektorat terdapat kesalahan penginputan data. Sehingga saya
tidak terlist sebagai peserta.
***
Berselang beberapa hari, Alhamdulillah Ayah saya mengirimkan uang bulanan. Dalam beberapa
minggu kedepan saya mendapatkan kabar yang tak terduga.Ya, segala kesulitan itu
berganti dengan kemudahan.
Malam itu saya di Ujur, tempat saya menghilangkan
rasa bosan di kos. Mengerjakan tanggungan dan menerbitkan Jurnal SKETSA
bulanan.Malam itu saya sendiri, ya memang lebih sering sendiri mengerjakan
untuk menyetak. Entah kenapa printer A3 yang baru dibeli pun agak rewel, dalam
artian susah digunakan. Yang kadang kertasnya terslip sehingga hanya kertasnya
saja yang keluar tanpa terprint.Padahal sudah pernah di service tapi tetep saja
manja, sama kaya yang punya (Hahaha).
Sebenarnya malam itu saya nungguin rekan saya Boim,
dia janji mau bantuin juga untuk malam ini.Baru sampai pukul 22.00 datang sms
masuk darinya, mengatakan pada saya kalau PKM saya masuk dan dinyatakan
diterima untuk didanai.Membaca smsnya masih setengah tidak percaya. Kan
biasanya nih anak banyak ngerjainnya, lagian bukannya kemarin kata orang
rektorat gak terlist sebagai tim yang berkasnya lengkap? Baru kemudian dengan
menginterogasinya dengan beberapa pertanyaan hanya sekedar menyakinkan benar
tidaknya ada nama saya dipengumuman tersebut saya yakin apa yang ia kabarkan.
Seketika itu saya langsung meletakan kening saya
pada lantai, dan sujud syukur.Sebuah keajaiban bagi saya, karena sebelumnya
saya sudah pasrah dan tak yakin akan lolos. Yang terpenting dalam hati saya adalah
bayangan mendapatkan dana jutaan, lumayan buat nambahin dompet kan?
Seketika itu saya teringat sedekah beberapa minggu
lalu.Alhamdulillah,ya sesuatu rasanya
sedekah itu. Bahkan kebahagiaan itu tak sampai disini saja. Minggu berikutnya
saya mendapatkan informasi proposal yang kemarin saya ikutkan lomba di ITS
‘Lomba Inovasi Teknologi Lingkungan’ yang tentang inovasi papan plastik
komposit dinyatakan masuk sebagai 5 besar finais untuk kategori ‘Eco-Building
Material’
Tak henti-hentinya mulut ini bertahmid, mengingat
setelah melihat daftar peserta yang ikut ada yang dari UGM dan UI namun mereka
tak lolos sebagai finalis.Rasa itu menambah kebanggaan saya terhadap almamater
Universitas Mulawarman, saya teringat sebuah ucapan entah itu siapa yang
ngomong, “Tak perlu berada ditempat yang besar agar menjadi besar. Kita pun
bisa menjadi orang besar dan mengangkat tempat kita menjadi besar”
Yang terpenting kawan, tetap yakini mimpi-mimpimu.
Yakini juga Tuhan akan selalu memeluk mimpi tersebut. Yang terpenting bukan
setinggi apa mimpimu, namun seberapa penting engkau terjatuh dan tetap bangkit
menggapai mimpi itu.
Komentar
Posting Komentar