Momentum

Saat kita sampai pada tujuan yang selama ini ingin kita dambakan, saat itu pula terkadang kita merasakan momentum dimana gravitasi bukan lagi yang menahan kita pada bumi berpijak. Momentum itu seakan memutar waktu, menunujukkan kembali bahwa bagaimana Tuhan mungkin memberikan jalan yang penuh liku dan lama bukan berarti tak sayang kepada kita. Sebaliknya, mungkin yang Maha Pengasih itu ingin kita merasakan manisnya perjuangan. Dan, momentum itu kualami saat berada di ruangan yang mungkin tak begitu besar jika disebut Masjid bagi orang Indonesia. Di kota kecil, di bagian Australia Barat ini, aku tak membayangkan sujud dan momentum kembali mengingat masa perjuangkanku hingga sampai ke negeri yang banyak orang menyebutnya, negeri Kangguru.


Disini, di Masjid Quba kota Kalgoorlie, kota kecil penghasil gold and iron di Australia, aku kembali teringat akan pelik dan pilunya untuk melanjutkan studi kembali. Seketika isi kepalaku teringat, bagaimana aku yang bodoh dulu dalam bahasa inggris, dengan skor TOEFL yang kurang dari 400 ini tertatih-tatih mengejar skor 550, hingga berpusing ria dengan saudaranya yang bernama IELTS. Dan saat itu pula, hati ku dipenuhi perasaan syukur, atas ketidakmauanku untuk menyerah setelah 8x penolakan dari pemberi beasiswa seperti
Chevening, Australia Award Scholarship, DAAD Jerman, hingga Inpex Scholarship Jepang. Namun penantianku selama 3 tahun itu berakhir dengan unexpected twist. Hingga sampai Tuhan yang maha baik, memberikan yang terbaik dengan beasiswa LPDP, bahkan yang Insyallah penuh berkah dengan jalur Afirmasi Santri.

Saat lulus jenjang Sarjana, aku sudah menyadari bahwa untuk melanjutkan studi keluar negeri tak semudah membalikan telapak tangan.  Perjuanganku masih belum seberapa dengan kisah-kisah para pejuang Scholarship Hunter di luar sana. Bukan tak sering aku merenung kala itu, apakah aku sebodoh itu hingga tak kunjung mendapat beasiswa meski berkas yang kusiapkan itu sudah berbulan-bulan di tiap tahunnya? Ataukah memang aku tidak layak? Dulu sempat terbesit, beberapa orang dengan mudahnya melanjutkan studi dengan beasiswa, yang hanya dengan satu kali percobaan. Namun saat itu juga, aku membuang pikiran konyol semacam itu. Bukankah setiap orang punya jalan masing-masing? Yang saya yakini, seberapa pun menariknya rencana kita, lebih indah rencana Allah.

Sungguh, setelah merasakan ruwetnya proses seleksi beasiswa dengan rentetan kegagalannya. Entah mengapa, saat seleksi LPDP semua terasa mulus. Allah seakan memudahkan jalan. Begitu pun seakan berkah dari para kyai dan karamah para pendiri pondok. Menyakinku pula bahwa pengabdianku selama 3 tahun di yayasan pesantren, tak seburuk dengan apa yang orang lain pikir. Dan lagi itu semua tak luput dari do’a orang tua yang tak kunjung berhenti, terlebih saat-saat tahap wawancara. Saat aku mengetahui jam giliranku diinterview, aku minta didoakan oleh Ibuku saat itu dan jam itu pula. Aku meminta didoakan agar lidahku tidak terpelintir dan agar diberi kemudahan. Kepada Yang Kuasa, aku hanya berdoa agar aku bisa melakukan yang terbaik tanpa ada penyesalan. Antara lolos LPDP atau tidak, “Ya Allah terserah engkau saja”

Jika terbawa arus untuk mengingat kenangan, saat haru dan syukur yang melebur menjadi satu adalah momen saat Persiapan Keberangkatan atau PK. Sungguh saya yang bukan apa-apa, bersyukur bertemu dengan para kyai, ustadz, ustadzah, Gus dan Ning dari berbagai pesantren di Indonesia. Keseruan berdiskusi dimulai menentukan nama angkatan PK, yang konon menjadi nama angkatan paling panjang, yakni Cantrikabhinaya Nagarajaya. Sungguh memiliki arti yang dalam, semangat santri membangun negara menuju kejayaan.  Sampai petuah pemateri dalam PK yang masih terngiang sampai saat ini, yang pada kesempatan itu, Bu Sri Mulyani berkesempatan hadir. Dan yang paling sulit dilupakan ialah, momen dimana 114 awardee dalam PK ‘Santri’ itu berkumpul dan berkhidmat bersama. Entah mengapa jika dipikir kembali, jumlahnya kebetulan sama dengan jumlah surat dalam Alquran.

Kini, tak terasa sudah satu semester kulewati. Menempuh studi di Curtin University atau tepatnya di Western Australia School of Mine, kampus impian bahkan sebelum lulus Sarjana, ini merupakan salah satu kampus terbaik dunia untuk mining engineering. Belajar di kampus ini, memahamkanku tak hanya belajar konsep pertambangan secara teori namun mendekatkan pula dari sisi praktikal atau teknis. Selain itu, saat orang banyak beranggapan, jika setelah lulus dan bekerja dengan ada jeda yang cukup lama tidak belajar kembali menyebabkan semangat belajar kita memudar. Kebalikan yang saya rasakan.  Perasaan takjub dan semangat setiap mengikuti sesi lecture class, tutorial class dan practical lab, bahkan saat diawal sempat sekali saya tersenyum sendiri, merasa senang belajar di dalam kelas hingga salah satu dosen  menanyakan, “Why are you smiling?”

Teruntukmu yang masih meniti jalur mimpimu, percayalah “When you have a dream and it seems far away you should recognize that the longest journey starts from one step. When you look at it as only one step, someday you will look up from your feet and you’ll be at your dream” 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curhat Orang yang Gagal Beasiswa

Manusia : ‘Sang Pemusnah’ Pora-Pora

Gugusan Cinta