Delapan Kali Gagal Beasiswa, Alhamdulillah LPDP - Santri Kesembilan
Bismillahirrahmanirrahim
Di Subuh yang dingin di kota Jogja ini, melihat Whatsapp story teman yang bertuliskan “Call upon me, I will respond to you..” Sebuah ayat Al-quran yang memiliki makna, “Berdoalah maka akan aku kabulkan”. Hal ini menyeret saya pada kenangan masa itu, ciyee masa itu. Masa dimana berjuang untuk studi di luar negeri dimulai dari 2015 setelah saya lulus S1, bagi saya yang receh dan di bawah standar itu perlu perjuangan.
Kala itu mendaftar Australia Award Scholarship 3x, Chevening Scholarship 3x, Inpex Scholarship 1x dan terakhir DAAD 1x selalu gagal di seleksi administrasi. Dipanggil untuk interview pun belum pernah gaes, haha. Memang sadar banget, karena masih belajar juga dalam writing, essay beasiswa dalam bahasa Inggris kemarin kayaknya memang gak banget. Tapi dari sana saya terus memperbaiki essay tiap tahunnya, bahkan mengerjakannya jauh-jauh hari sebenarnya. Seperti yang banyak orang bilang, kalau belum jodoh mau diusahakan gimana pun memang belum rejekinya. Untuk cerita detailnya, bisa dilihat postingan sebelumnya ya :)
Sampai akhir tahun 2018, ada pengumuman baru dari LPDP terkait penerimaan jalur Afirmasi khusus Santri, OSN dan Beasiswa Indonesia Timur (BIT). Beasiswa yang dari dulu saya ingin daftar, tapi karena persyaratan Bahasa Inggris belum cukup jadi tertunda wkwk. Jujur saya ingin daftar LPDP ini dari tahun 2015, sebelum wisuda saya sudah nyicil belajar TOEFL yang saat itu skor masih 400 wkwk. Gak kebayang kan? Skor jongkok mau kuliah di luar negeri. Kenapa dulu sangat ambisius harus kuliah di luar negeri? Yang saya tanamkan dari lubuk hati paling dalam, bukan karena tergiur bisa jalan-jalan ke luar negeri tapi lebih kepada kampus yang saya tuju itu benar-benar ada spesialisasi program yang membuat saya tertarik.
Disatu sisi, banyak banget yang mencibir bahkan salah satu teman saya bilang, “Mau sampai kapan berjuang?” Tapi disitu saya kaya tutup mata sama telinga, dengarkan apa yang perlu kamu dengar saja juga jangan terlalu melihat dan membandingkan diri kita dengan yang lain. Itu prinsip, jadi kita lanjut saja berjuang dengan sepenuh hati dengan apa yang kita yakini. Disisi lain selama perjalanan ini saya banyak dibantu oleh beberapa orang yang sangat baik. Untuk belajar TOEFL dulu saya ikut kelas online “Sekolah TOEFL” yang didirikan oleh mas Budi Waluyo (Awardee Fullbright dan Ford Foundation) tapi gak lama soalnya cara belajar saya agak nyeleneh, dan kadang saya belajar dari sahabat kece dr. Priyo yang TOEFL nya sudah 550 ke kos nya dulu sebelum lulus. Untuk berkas AAS, saya dibantu oleh Bang Ericson (Awardee AAS), berkas chevening dibantu mas Budi Waluyo dan Ulfah (Awardee LPDP yang studi di UK), dan mbak Ika (Awardee DAAD). Tulisan ini juga saya dedikasikan untuk semua yang sudah banyak membantu, saya mengucapkan terima kasih dari hati terdalam. Tsaah.
Kembali ke topik, jadi saat ada pengumuman beasiswa LPDP – Santri untuk menyiapkan essay dan persyaratan lain gak begitu repot. Karena apa? Karena berkas essay terkait mau kuliah dimana dan jurusan apa itu sebenarnya sudah saya bikin lama bangett tahun 2015. Kembali lagi belum daftar, karena dulu masih menyiapkan TOEFL agar dapat 550, saya baru bisa akhir tahun 2016. Jadi saat mau daftar LPDP di awal tahun 2017, ternyata aturannya ganti. Bagi yang mau studi di luar negeri (LN), jalur regular harus pakai IELTS skor 6,5 :’) disitu ternyata perjuangan masih harus berlanjut pemirsa.
Akhirnya saya belajar lagi untuk IELTS, untuk dapat TOEFL 550 itu saya belajar sendiri (Mau tahu detail, cek postingan sebelumnya ya) itu saya tes ketiga kali baru dapat skor segitu. Untuk IELTS, ternyata belajar sendiri agak susah. Sempat terbesit ingin resign dan fokus belajar IELTS di Pare, tapi saya urungkan. Akhirnya belajar IELTS sendiri juga nyambi kerja, Alhamdulillah tes Agustus 2018 dapat skor 6 wkwkwk. Hasil yang masih kurang buat daftar LPDP dengan deadline September 2018 kemarin. Tapi karena ada info tentang yang jalur Santri, dan diminta minimal skor IELTS 6, saya mencoba memberanikan diri. Sesuai namanya, jalur Santri, disitu saya seperti konflik batin. Lah saya ga nyantri full di pondok, dulu hanya belajar di pondok saat ada pengajian dan kegiatan Muhadoroh (kadang sampai menginap), apa saya boleh daftar? Saya renungkan kembali, sambil baca persyaratan. Oke, persyaratan utama lain sudah mengabdi di pondok selama 3 tahun. Alhamdulillah, sebelumnya saya studi S1 dibantu oleh Pesantren Sabilil Muttaqien, yang mana ketua yayasan merupakan atasan tempat saya bekerja juga. Jadi beliau selain sebagai pengasuh pondok juga punya usaha atau kantor sendiri. Setelah lulus S1, saya ditawari magang di kantor beliau, dan saat tahu saya juga mendaftar beasiswa beliau sangat mendukung.
Ternyata 3 tahun berlalu begitu saja, selain bekerja mengurus urusan kantor, terkadang Sabtu-Minggu saya bantu-bantu urusan pondok.
Tapi terkadang juga di luar Sabtu – Minggu juga, pokoknya harus siap untuk diminta urus administrasi terkait pondok. Saya ambil contohnya satu saja, jadi waktu itu pondok mau ada acara mengundang Menteri Pendidikan, Prof. Muhajir. Jadi atasan saya sudah janjian via Whatsapp, ini tinggal mengirim surat secara resmi dan harus diantar langsung ke kantor beliau, biar lebih sopan. Jadi dengan naik kereta Surabaya – Jakarta dan langsung balik hari itu juga, Alhamdulillah Prof. Muhajjir akhirnya berkenan datang ke pondok kami, dan dari kementrian menghibahkan beberapa unit komputer untuk sekolah-sekolah di bawah naungan yayasan. Itu hanya contoh, yang akhirnya saya menyakinkan diri dengan melengkapi essay, seperti bagaimana nanti jurusan saya untuk program Master tentang Mining Engineering dan dampaknya untuk pondok pesantren. Karena jalur LPDP yang saya ambil Santri, maka saya harus bisa menyakini interview juga. Selama 3 tahun pun, banyak yang memberi sindiran, kenapa tidak pindah kerja saja? Toh, ijasahmu sayang kalau kerja juga mengabdi di pondok? Seperti biasa, saya gak ambil banyak pusing. Dan ternyata, selama 3 tahun terakhir saya bekerja seperti ini, ternyata Alloh memberikan kesempatan tak terduga dengan memberi pilihan mendaftar LPDP jalur santri. Dari dulu saya selalu yakin, Alloh adalah sebaik-baik pengatur rencana dan penjawab segala do’a.
Intinya bermodalkan “Bismillah dan Yakin” saya maju terus, mengingat Program Studi Sains dan Teknologi juga menjadi program utama beasiswa LPDP. Sebelumnya juga perlu refleksi ke diri sendiri, sebenarnya motivasi mau kuliah lagi itu sejujurnya untuk apa? Untuk karir meningkat? Agar bisa posting keren di sosial media? Atau agar biar gengsi? Dan kenapa harus studi di luar negeri, kenapa tidak di dalam negeri saja?
Kalau ada terbesit niat semacam diatas, well, baiknya dipikir-pikir lagi. Soalnya beasiswa yang kita gunakan ini, kata Ibu Sri Mulyani saat di PK-144 angkatan kami beliau menitipkan pesan bahwa dalam setiap rupiah dri dana beasiswa, itu terdapat harapan dari rakyat Indonesia kepada para awardee. Dari awal sebelum submit beasiswa, saya sudah janji pada diri sendiri, bahwa ilmu dan pengalaman yang saya dapat harus saya kembalikan dalam wujud kontribusi untuk Indonesia nantinya. Intinya sebelum daftar, mantapkan niat dan Bismillah. Toh, kalau memang niatnya baik bukan untuk kepentingan sendiri, gagal berkali-kali itu biasa aja hehe. Untuk detail cerita selama seleksi berbasis kompetensi sampai substansi LPDP saya sambung postingan berikutnya ya :)
Sampai akhirnya tepat tanggal 15 Maret 2019, setelah melewati tahap seleksi Substansi LPDP tertulis saya lolos. Alhamdulillah, rasanya kalau melihat kebelakang betapa Alloh itu sayang banget dengan saya. Saat ini setelah melewati delapan kali gagal beasiswa untuk melanjutkan studi di jenjang Master, rasanya mendapatkan beasiswa LPDP yang banyak sekali diincar para scholarship sampat saat ini masih setengah sadar percaya atau tidak. Setelah melewati Persiapan Keberangkatan (PK) angkatan 144 “Cantrikabhinaya Nagarajaya” dan berkesempatan mendapat peningkatan program Pengayaan Bahasa (PB), saya merasa bersyukur tak henti-hentinya. Bertemu orang-orang luar biasa di PK dan PB, untuk dua cerita ini saya bikin di postingan lain ya.
Selamat berjuang para Scholasrhip Hunter!
Komentar
Posting Komentar